Sebagian orang menyangka bahwa
program penghijauan (Go Green) bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di
sisi Allah, sehingga ada di antara mereka yang bermalas-malasan dalam mendukung
program tersebut.
Demi menepis persangkaan yang salah
ini, kali ini kami akan mengulas PENTINGNYA PENGHIJAUAN menurut tuntunan Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- beserta dalil-dalilnya.
Para pembaca yang budiman, mungkin
anda masih mengingat sebuah hadits yang masyhur dari Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam-, beliau bersabda,
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia meninggal
dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah
jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang
mendo’akan kebaikan baginya.” [HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)]
Perhatikan, satu di antara perkara
yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang.
yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang.
Para ahli ilmu menyatakan bahwa
sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum,
membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa
pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya.
Jadi, menghijaukan lingkungan dengan
tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau
telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam- bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا
أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ
بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tak ada seorang muslim yang menanam
pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan,
kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab
AL-Muzaro'ah (2320), dan Muslim dalam Kitab Al-Musaqoh (3950)]
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah-
berkata saat mengomentari hadits ini, “Ini menunjukkan bahwa sedekah untuk
semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala.” [Lihat
Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang muslim yang menanam tanaman
tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan
dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati.
Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan
yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan
pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam- bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا
إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ
صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا
أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا
كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Tak ada seorang muslim yang menanam
pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah
baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh
binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah
baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi
sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi
sedekah baginya.” [HR. Muslim dalam Al-Musaqoh (3945)]
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn
Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits
yang mulia ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon
dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon
dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari
kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik
dan paling afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan.
Ada yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang
menyatakan bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang
benar. Aku telah memaparkan penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh
Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan
ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang
manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak
oleh hewan, atau burung atau sejenisnya.” [Lihat Al-Minhaj (10/457) oleh
An-Nawawiy, cet. Dar Al-Ma'rifah, 1420 H]
Pahala sedekah yang dijanjikan oleh
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits ini akan diraih oleh
orang yang menanam, walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang diambil atau
dirusak orang dan hewan sebagai sedekah.
Al-Hafizh Abdur Rahman Ibnu Rajab
Al-Baghdadiy -rahimahullah- berkata, “Lahiriah hadits-hadits ini seluruhnya
menunjukkan bahwa perkara-perkara ini merupakan sedekah yang akan diberi ganjaran
pahala bagi orang yang menanamnya, tanpa perlu maksud dan niat.” [Lihat Iqozh
Al-Himam Al-Muntaqo min Jami' Al-Ulum wa Al-Hikam (hal. 360) oleh Salim
Al-Hilaliy, cet. Dar Ibn Al-Jauziy, 1419 H]
Penghijauan alias REBOISASI
merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia
dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam
oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi
naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa
dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa
mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi
orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin,
membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak
lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran
sempit ini.
Jika demikian banyak manfaat dari
REBOISASI alias penghijuan, maka tak heran jika agama kita memerintahkan
umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan
oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits lainnya, seperti
beliau pernah bersabda,
إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ
أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى
يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ
“Jika hari kiamat telah tegak,
sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia
mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah.” [HR. Ahmad
dalam Al-Musnad (3/183, 184, dan 191), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2068),
dan Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (479). Hadits ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 9)]
Ahli Hadits Abad ini, Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata saat memetik faedah dari
hadits-hadits di atas, “Tak ada sesuatu (yakni, dalil) yang paling kuat
menunjukkan anjuran bercocok tanam sebagaimana dalam hadits-hadits yang mulia
ini, terlebih lagi hadits yang terakhir di antaranya, karena di dalamnya
terdapat targhib (dorongan) besar untuk menggunakan kesempatan terakhir dari
kehidupan seseorang dalam rangka menanam sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia
setelah ia (si penanam) meninggal dunia. Maka pahalanya terus mengalir, dan
dituliskan sebagai pahala baginya sampai hari kiamat.” [Lihat Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shohihah (1/1/38)]
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang
genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan
besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan
“Go Green” alias program penghijauan yang digalakkan oleh pemerintah kita
–semoga Allah memberikan balasan kebaikan bagi mereka-.
Saking besarnya manfaat dari
penghijauan lingkungan alias REBOISASI, tanah yang dahulu kering kerontang bisa
berubah menjadi tanah subur. Sungai yang dahulu gersang, dengan reboisasi bisa
berubah menjadi berair.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam- pernah bersabda dalam sebuah yang shohih,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا وَأَنْهَارًا
“Tak akan tegak hari kiamat sampai
tanah Arab menjadi tanah subur dan sungai-sungai.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad
(2/370 & 417), dan Muslim dalam Kitab Ash-Shodaqoh (2336)]
Ketika para sahabat mendengarkan
hadits-hadits ini, maka mereka berlomba-lomba dan saling mendorong untuk
melakukan program penghijauan ini, karena ingin mendapatkan keutamaan dari
Allah -Azza wa Jalla- di dunia dan di akhirat berupa ganjaran pahala.
Para pembaca yang budiman, jika kita
mau membuka sebagian kitab-kitab hadits yang berisi keterangan dan petunjuk
jalan hidup para salaf (pendahulu) kita dari kalangan sahabat dan generasi
setelahnya, maka kita akan mendapatkan manusia-manusia yang memiliki semangat
dalam menggalakkan perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam perkara
ini.
Seorang tabi’in yang bernama Umaroh
bin Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshoriy Al-Madaniy -rahimahullah- berkata,
سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
يَقُوْلُ لأَبِيْ : مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَغْرِسَ أَرْضَكَ ؟ فَقَالَ لَهُ
أَبِيْ : أَنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌ أَمُوْتُ غَدًا ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ :
أَعْزِمْ عَلَيْكَ لَتَغْرِسَنَّهَا, فَلَقَدْ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ يَغْرِسُهَا بِيَدِهِ مَعَ أَبِيْ
“Aku pernah mendengarkan Umar bin
Khoththob berkata kepada bapakku, “Apa yang menghalangi dirimu untuk menanami
tanahmu?” Bapakku berkata kepada beliau, “Aku adalah orang yang sudah tua, akan
mati besok.” Umar berkata kepadanya, “Aku mengharuskan engkau (menanamnya).
Engkau harus menanamnya!” Sungguh aku melihat Umar bin Khoththob menanamnya
dengan tangannya bersama bapakku.” [HR. Ibnu Jarir Ath-Thobariy sebagaimana
dalam Ash-Shohihah (1/1/39)]
Al-Imam Al-Bukhoriy -rahimahullah-
meriwayatkan sebuah atsar dari Nafi’ bin Ashim bahwa,
أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ بْنَ
عَمْرٍو قَالَ لابْنِ أَخٍ لَهُ خَرَجَ مِنَ الْوَهْطِ : أَيَعْمَلُ
عُمَّالُكَ ؟ قَالَ : لاَ أَدْرِيْ ، قَالَ : أَمَا لَوْ كُنْتَ ثَقَفِيًّا
لَعَلِمْتَ مَا يَعْمَلُ عُمَّالُكَ ، ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَيْنَا فَقَالَ :
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا عَمِلَ مَعَ عُمَّالِهِ فِيْ دَارِهِ – وَقَالَ
أَبُوْ عَاصِمٍ مَرَّةً : فِيْ مَالِهِ – كَانَ عَامِلاً مِنْ عُمَّالِ
اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Dia pernah mendengar Abdullah bin
Amer -radhiyallahu anhu- berkata kepada keponakannya yang telah keluar dari
kebunnya, “Apakah para pekerjamu sedang bekerja?” Keponakannya berkata, “Aku
tak tahu.” Beliau berkata, “Ingatlah, andaikan engkau adalah orang Tsaqif, maka
engkau akan tahu tentang sesuatu yang dikerjakan oleh para pekerjamu.” Kemudian
beliau menoleh kepada kami seraya beliau berkata, “Sesungguhnya seseorang bila
bekerja bersama para pekerjanya di kampungnya atau hartanya, maka ia adalah
pekerja di antara pekerja-pekerja Allah -Azza wa Jalla-.” [HR. Al-Bukhoriy
dalam Al-Adab Al-Mufrod (448). Syaikh Al-Albaniy men-shohih-kan hadits ini
dalam Shohih Al-Adab (hal. 154)]
Amer bin Dinar -rahimahullah-
berkata,
عَنْ عَمْرٍو قَالَ: دَخَلَ عَمْرُو
بْنُ الْعَاصِ فِيْ حَائِطٍ لَهُ بِالطَّائِفِ يُقَالُ لَهُ الْوَهْطُ,
فِيْهِ أَلْفُ أَلْفِ خَشَبَةٍ اِشْتَرَى كُلَّ خَشَبَةٍ بِدِرْهَمٍ
–يَعْنِيْ: يُقِيْمُ بِهِ اْلأَعْنَابَ-
“Amer bin Al-Ash pernah masuk ke
dalam suatu kebun miliknya di Tho’if yang dinamai dengan “Al-Wahthu”. Di
dalamnya terdapat satu juta batang kayu. Beliau telah membeli setiap kayu
dengan harga satu dirham. Maksudnya, beliau menegakkan dengannya batang-batang
anggur.” [HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (46/182)]
Para pembaca yang budiman,
perhatikanlah sahabat Amer bin Al-Ash telah berani berkorban demi memelihara
tanaman-tanaman yang terdapat dalam kebunnya. Semua ini menunjukkan kepada kita
tentang semangat para sahabat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam
melaksanakan perintah dan anjuran beliau dalam menghijaukan lingkungan. Maka
contohlah mereka dalam perkara ini, niscaya kalian mendapatkan keutamaan
sebagaimana yang mereka dapatkan. Namun satu hal perlu kita ingat bahwa usaha
dan program penghijauan seperti ini terpuji selama tidak melalaikan kita dari
kewajiban, seperti jihad, sholat berjama’ah, mengurusi anak dan keluarga atau
kewajiban-kewajiban lainnya. Jika melalaikan, maka hal itu tercela!!!
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid
edisi 121 Tahun II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar